5 Strategi Efektif CDP Medan Belawan, Gugah Nurani Indonesia dalam Mengurangi Angka Putus Sekolah di Belawan, Sumatera Utara

Setiap tahun, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat puluhan ribu anak putus sekolah yang disebabkan oleh berbagai faktor mulai dari faktor ekonomi, faktor sarana dan prasarana pendidikan, faktor jarak tempuh dan akses, serta faktor lainnya. Dampaknya, berbagai persoalan dihadapi anak-anak setelah mereka putus sekolah, mulai dari perkawinan anak dibawah umur, terlibat unsur dan tindakan kejahatan, pengangguran, dan berbagai persoalan lainnya hingga berujung pada kemiskinan. Karena kompleksnya faktor serta dampak yang terjadi akibat putus sekolah ini, dibutuhkan pendekatan holistik kepada keluarga, masyarakat, pihak sekolah, dan seluruh elemen masyarakat untuk terlibat bersama-sama dalam pengentasan masalah ini.

Dampak yang cukup banyak terlihat akibat adanya putus sekolah adalah banyaknya anak mengadu nasib di jalanan, seperti persimpangan lampu merah di kota Medan. Ada yang jadi meminta sumbangan, menjaja koran atau tisu, mengamen dengan berbusana badut, bahkan ada yang mengecat sekujur tubuhnya dengan cat perak agar tampak seperti manusia silver. 

Faktanya, beraktivitas di jalanan sungguh berbahaya dan beresiko terutama untuk anak-anak yang masih dibawah umur. Selain membahayakan keselamatan, juga semakin berpotensi menjauhkan anak-anak dari kesempatan meraih masa depan yang lebih baik. Mereka kemudian kehilangan akses terhadap pendidikan dan juga membuat semangat serta minat mereka akan sekolah dan belajar semakin berkurang dan hilang karena sudah terpapar akan lingkungan yang kurang mendukung ke arah yang lebih baik.

Berkaca dari pengalaman bekerja selama lima tahun terakhir di Gugah Nurani Indonesia, yang fokus pada pemenuhan hak-hak anak, kami menyadari anak-anak yang putus sekolah memiliki masalah yang kompleks. Pada salah satu wilayah kerja kami yang terletak di Belawan, kami menemukan permasalahan yang dihadapi anak-anak setelah mereka berhenti bersekolah, seperti  melakukan perkawinan di bawah umur dan terlibat dalam aksi kejahatan.

Menurut data dari Kelurahan Belawan II, dalam lima tahun terakhir setidaknya ada 200 pasangan anak menikah di bawah umur. Dan setelah melakukan pernikahan di bawah umur, mereka sering menghadapi konflik keluarga, terutama setelah memiliki anak. Dalam wawancara, mereka mengungkapkan pengalaman kekerasan fisik dan psikologis dari pasangan atau keluarga besar. Anak-anak perempuan yang seharusnya masih berada di bangku sekolah ini terpaksa harus memasuki lingkaran Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) dan kemiskinan serta minimnya informasi dalam parenting untuk anak-anak mereka.

Putus sekolah membawa dampak yang mengerikan, seperti anak perempuan yang sering mengalami kekerasan dalam rumah tangga akibat pernikahan di bawah umur, sementara anak laki-laki cenderung terjerumus ke tindak kejahatan seperti bajing loncat dan perilaku kejahatan lainnya yang dapat menyebabkan kerugian serta berujung pada kehilangan nyawa. 

Berdasarkan hasil pengamatan dan juga diskusi yang kami lakukan, penyebab utama putus sekolah adalah lingkungan buruk dengan tingginya peredaran narkoba, perceraian orang tua karena ayah yang menggunakan narkoba, dan keterlibatan anak dalam mencari uang sehingga pendidikan dianggap tidak penting. Pola asuh orang tua yang rendah juga menjadi faktor penyebab yang mendukung tingginya angka putus sekolah.

Dari pengalaman bekerja di lapangan yang cukup panjang, kami sampai kepada satu kesimpulan bahwa putus sekolah merupakan awal masa kelam bagi anak-anak di Belawan serta mengancam masa depan mereka. Menurut data Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemdikbud Ristek), pada tahun ajaran 2020/2021, sebanyak 83,7 ribu anak putus sekolah di seluruh Indonesia. Jumlah tersebut meliputi anak putus sekolah di tingkatan SD, SMP, SMA, dan SMK baik negeri maupun swasta.



Anak dukungan Gugah Nurani Indonesia menerima perlengkapan sekolah untuk membantu anak agar tetap bersekolah.

Tingginya angka putus sekolah juga berdampak nyata pada penambahan jumlah pengangguran di Indonesia. Menurut data BPS, jumlah pengangguran di Indonesia mencapai 8,4 juta orang pada Agustus 2022, atau 5,86?ri total angkatan kerja nasional. Dari jumlah ini, sebanyak 1,86 juta jiwa (22%) adalah dari usia 15-19 tahun, usia yang seharusnya masih bersekolah. Angka ini tidak jauh berbeda dengan tahun 2021 sebesar 23,9?n 2020 sebesar 24,34%. Bisa disimpulkan bahwa kelompok usia 15-19 tahun selalu menyumbang tingkat pengangguran terbuka setiap tahunnya yang seharusnya mereka masih berada pada bangku sekolah dan siap untuk bekerja nantinya.

Menghadapi situasi ini, pemerintah akhirnya harus terus berupaya untuk mencari jalan keluarnya. Tahun 2021 lalu, Kemdikbud Ristek meluncurkan Program Ayo Kursus untuk mereka yang sudah putus sekolah agar kembali mendapatkan pendidikan melalui program kursus dan pelatihan. Tidak tanggung-tanggung, pemerintah menggelontorkan dana sebesar 100M untuk program ini guna membiayai sebanyak 24.500 peserta, dengan harapan tingkat keberhasilan terserap didunia kerja sebesar 87?ri total peserta.

Selain mengakibatkan pengangguran, rendahnya tingkat pendidikan akibat putus sekolah dapat memperburuk kemiskinan. Kemiskinan yang disebabkan oleh rendahnya pendidikan bisa semakin parah terlebih faktor penyebab kemiskinan ini adalah rendahnya SDM yang ada sehingga tidak ada usaha yang dilakukan agar bisa keluar dari belenggu kemiskinan yang sudah menjerat. Jumlah penduduk miskin pada September 2022 mencapai 26,36 juta jiwa, meningkat sebanyak 200.000 orang dari bulan Maret tahun 2022.

Dana yang dialokasikan oleh pemerintah untuk membantu keluarga-keluarga miskin juga sangat besar. Karena itu harus ada upaya yang dilakukan di setiap daerah untuk menyelesaikan persoalan putus sekolah ini, yang bisa diukur keberhasilannya, sehingga semua dana yang sudah dialokasikan nyata berdampak untuk mengurangi angka putus sekolah dan juga menekan angka pengangguran dan kemiskinan di Indonesia setiap tahunnya.


Camat dan TNI menginspirasi anak-anak di Belawan agar terus semangat meraih cita-cita melalui pendidikan.

Lima Strategi Berdasarkan Pengalaman Gugah Nurani Indonesia

Dalam pengalaman kami di Belawan, hasil endline survey yang dilakukan setelah 5 tahun intervensi program menunjukkan penurunan angka anak putus sekolah yang signifikan, dari 8% menjadi 0,2% di tingkat SD, dari 20% menjadi 2,7% di tingkat SMP dan dari 25% anak putus sekolah di tingkat SMA turun menjadi 21,38%. Data ini menunjukkan bahwa strategi yang kami lakukan telah berhasil mengatasi persoalan anak putus sekolah di wilayah pesisir Kota Medan. Dalam upaya menurunkan angka putus sekolah ini, ada lima strategi yang kami lakukan.

Pertama, Program Anak Dukungan (Sponsorship). Strategi ini bertujuan untuk mengetahui perkembangan sejumlah anak secara intensif. Hal pertama yang kami pantau adalah kesehatan dasar anak  meliputi: mata, gigi, telinga, dan kulit mereka dengan melibatkan tenaga medis dari puskesmas. Anak-anak juga diberikan edukasi tentang perilaku hidup bersih dan sehat untuk diterapkan sehari-hari.

Selain kesehatan anak, kebutuhan perlengkapan sekolah anak juga dipantau dan dipastikan terpenuhi. Setiap tahun, anak-anak dukungan diberikan perlengkapan sekolah seperti tas, sepatu, baju seragam, dan alat-alat tulis. Tujuannya adalah agar anak-anak dukungan tidak memiliki kendala dalam perlengkapan sekolahnya dan bisa fokus mengikuti pelajaran di sekolah.

Hal lain yang juga dipantau secara rutin adalah perkembangan berat badan dan tinggi badan anak, untuk memastikan anak memiliki pertumbuhan fisik yang baik. Jika ada anak yang terpantau tidak memiliki pertumbuhan fisik yang baik, anak tersebut akan dirujuk untuk diperiksa kesehatannya di puskesmas. Dan jika anak perlu mendapat penanganan lebih serius maka akan dirawat lebih intensif sampai kondisinya sudah baik dan bisa mengikuti pendidikannya kembali dengan normal.

Untuk mengetahui kendala-kendala yang dihadapi orang tua sehubungan dengan kesehatan dan pendidikan anak, setiap hari masing-masing anak dukungan dikunjungi rumahnya, bertemu dan berdiskusi dengan orang tua atau keluarga anak. Permasalahan-permasalahan yang dihadapi orang tua dibicarakan dan dicari solusinya. Tahun 2022, ada lebih dari 300 anak usia sekolah telah mendapat dukungan ini.

Strategi ini telah berhasil membantu anak-anak dukungan agar tetap semangat bersekolah dan meraih cita-citanya. Mayoritas anak-anak dukungan ini telah melanjutkan kuliah. Ada anak yang sudah pergi berlayar mengelilingi beberapa negara karena sudah tamat dari sekolah pelayaran. Ada juga anak yang telah berhasil menjadi perawat di rumah sakit negeri karena sudah tamat dari sekolah perawat.

Kedua, Kampanye Hak Anak atas Pendidikan. Lebih dari 2.000 anak dan juga orangtua telah mengikuti kampanye secara bertahap, melalui acara-acara sosial warga, acara keagamaan, berkunjung langsung ke rumah warga maupun acara khusus yang dikemas melalui perayaan hari anak nasional. Beragam informasi penting disampaikan, baik melalui video maupun permainan-permainan yang edukatif bagi anak-anak. Kampanye bertujuan untuk menguatkan semangat anak untuk pergi bersekolah setiap hari dan meraih cita-citanya melalui pendidikan.


Guru mengikuti pelatihan pembelajaran aktif dan menyenangkan.

Di tengah-tengah lingkungan yang buruk di Belawan, penting sekali terus mengingatkan anak-anak untuk bermimpi dan meraih cita-citanya melalui pendidikan. Hal inilah yang ingin dipastikan tercapai dari strategi kampanye pendidikan ini.

Ketiga, Tabungan Pendidikan Anak. Orang tua yang telah memiliki peningkatan kesadaran akan pentingnya hak anak atas pendidikan, didorong untuk menyisihkan pendapatan keluarga setiap bulannya yang diperuntukkan untuk kebutuhan pendidikan anaknya dalam jangka panjang. Tabungan ini disimpan di bank atau di koperasi.

Ratusan orang tua telah bersedia menabung uangnya. Melalui edukasi yang diberikan, orang tua juga semakin terampil dalam mengelola keuangan keluarganya, yang mana kebutuhan yang prioritas untuk dipenuhi, serta mengurangi pengeluaran-pengeluaran yang sebenarnya tidak perlu. Karena sering sekali penyebab anak putus sekolah adalah faktor ekonomi keluarga, sehingga memastikan adanya biaya pendidikan anak sejak dini sangat perlu.

Keempat, Membentuk Satuan Tugas (SATGAS) Anti Anak Putus Sekolah. SATGAS ini terbentuk atas dasar kesadaran yang kuat di masyarakat akan pentingnya wajib belajar 12 tahun bagi semua anak. Beberapa perwakilan dari orang tua, kepala lingkungan, guru dan juga pemuda-pemudi bergabung dalam satuan tugas ini. Tugas satgas ini ada dua, yaitu mencegah anak jangan sampai putus sekolah dan mengembalikan anak putus sekolah ke sekolah melalui kejar paket A, B atau C.

Para relawan ini gencar mencari dan menemui anak-anak yang sudah putus sekolah, berdiskusi dengan orang tua dan keluarga anak, dan mendorong mereka untuk kembali bersekolah melalui kejar paket. SATGAS ini bekerja sama dengan salah satu usaha kelompok masyarakat di Belawan yaitu Bank Sampah. Sebesar 10?ri keuntungan penjualan sampah setiap bulan didonasikan kepada SATGAS untuk dikelola menangani anak yang putus sekolah, seperti biaya mengambil kejar paket.

Kerja sama ini memiliki nilai keberlanjutan karena sistemnya sudah terbangun, yaitu keuntungan dari usaha yang didirikan oleh kelompok masyarakat itu sendiri dengan mengelola potensi yang ada yaitu penumpukan sampah, sebagian mereka kembalikan untuk penanganan anak putus sekolah. Sistem penanggulangan anak putus sekolah ini sudah terbangun sejak 2020 lalu dan masih berjalan terus sampai sekarang.

Terakhir, Peningkatan Kompetensi Guru di Sekolah. Jurus pertama sampai dengan keempat adalah intervensi di tengah-tengah masyarakat, yang lebih menekankan pada peningkatan kesadaran anak, orang tua dan para pemangku kepentingan. Namun persoalan anak putus sekolah juga sering sekali dipengaruhi oleh situasi belajar-mengajar di sekolah. Anak-anak yang putus sekolah tersebut kurang termotivasi untuk pergi ke sekolah. Salah satu penyebabnya adalah kemampuan mengajar guru yang cenderung membosankan.

Karena itu, untuk mengatasi persoalan ini, guru-guru perlu dilatih tentang Pembelajaran yang Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan (PAKEM). Lebih dari 80% guru dari seluruh sekolah yang ada di wilayah dampingan program, telah ditingkatkan kapasitas mengajarnya.

Setelah mengikuti pelatihan, guru-guru mendesain pembelajaran di kelas menjadi lebih menyenangkan dan membuat siswa lebih aktif berdiskusi, bertanya serta menyampaikan hasil kerja kelompok di depan kelas. Pembelajaran di kelas juga dikemas dengan permainan yang edukatif.

“Saya semakin rajin datang ke sekolah setelah guru mengajari kami dengan cara yang menyenangkan. Guru kami juga sering membuat permainan-permainan yang membuat kami tambah bersemangat untuk belajar, ” M. Qowiy Efendi, siswa MIS Alfathin Belawan.

Tidak hanya berdampak baik bagi anak, pelatihan Pakem juga sangat berguna bagi guru, seperti diungkapkan Nia Ananda, guru MIS Alfathin Belawan. “Setelah kami mengikuti pelatihan PAKEM, kami menjadi lebih mengerti bagaimana merancang pembelajaran yang asyik dan menyenangkan sehingga siswa kami jadi lebih aktif. Kami dilatih metode-metode yang baru dalam mengajar,” ujarnya.

Pembelajaran yang dijalankan sekarang di MIS Al Fathin, juga telah diterapkan di sekolah-sekolah lain. Benar apa yang dikatakan Profesor John Hattie dari University of Melbourne, Australia, ada dua faktor yang paling menentukan keberhasilan siswa yakni siswa itu sendiri dan gurunya. “Mengubah cara belajar siswa dan mengubah cara mengajar guru, akan mempengaruhi keberhasilan siswa.” Jelas, cara belajar siswa akan berubah jika cara mengajar guru diubah dengan berlatih PAKEM sebanyak mungkin.

Lima strategi di atas telah berhasil menurunkan angka anak putus sekolah di Belawan. Kelima jurus ampuh ini memang masih berada dalam skala yang kecil, namun pola ini tentu bisa dikembangkan menjadi skala yang lebih luas, sehingga akan membantu pemerintah mengurangi beban anggaran, serta mengalokasikannya untuk pembangunan prioritas lainnya.

Ditulis oleh: Anwar Suhut  (Project Manager Gugah Nurani Indonesia Medan)
Diedit oleh: Tim FD
 

Dapatkan banyak keuntungan

Buat akun GNI